Jakarta, Sentak.id– Risiko kehilangan dokumen tanah seperti sertifikat masih menjadi kekhawatiran masyarakat di Indonesia. Sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan sering kali tersimpan secara fisik dan rentan hilang karena berbagai sebab, mulai dari kelalaian, pencurian, hingga kerusakan akibat bencana. Kondisi ini menimbulkan rasa tidak aman dan kerugian bagi pemilik tanah.
Untuk meminimalisir kerugian yang dialami masyarakat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mempercepat implementasi Sertifikat Elektronik sebagai solusi perlindungan jangka panjang terhadap sertifikat tanah. Sertifikat dalam format digital ini terbukti membawa ketenangan bagi para pemilik tanah. Penyanyi Sammy Simorangkir sebagai salah satu pemilik Sertifikat Elektronik, mengaku lebih tenang sejak dokumen tanah miliknya telah dialihkan ke versi digital.

“Sertifikat Elektronik sudah bisa langsung diakses di aplikasi Sentuh Tanahku. Karena ini saya jadi enggak takut surat tanah saya hilang, dirusak, ataupun dipalsukan karena semuanya sudah aman dan terjamin,” dikutip dari akun media sosial Sammy Simorangkir pada awal Juni 2025.
Baginya rumah memiliki makna mendalam, bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga ruang untuk berkarya dan membesarkan keluarga. “Jadi bersyukur punya Sertifikat Elektronik dan bisa urus aset aku dengan cara yang tepat,” ungkap Sammy Simorangkir.
Demi keamanan dan kenyamanan bersama, Kementerian ATR/BPN mendorong masyarakat yang masih memegang sertifikat dalam bentuk fisik untuk segera melakukan alih media ke Sertifikat Elektronik melalui Kantor Pertanahan (Kantah) setempat. Proses ini dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditentukan.
Sertifikat tanah elektronik memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan sertifikat konvensional, salah satunya adalah kemudahan dalam pencetakan yang dapat dilakukan dalam bentuk satu lembar, sehingga lebih praktis dan efisien untuk disimpan maupun dibawa. Selain itu, sertifikat elektronik juga dilengkapi dengan sistem keamanan berbasis digital yang meminimalkan risiko pemalsuan atau kehilangan dokumen. Proses pengelolaannya pun lebih cepat karena terintegrasi dalam sistem elektronik yang mendukung pelayanan pertanahan modern dan transparan.
Bagi masyarakat yang sertifikat konvensionalnya rusak akibat bencana seperti banjir, proses penggantian dapat diajukan dengan membawa dokumen pendukung seperti fotokopi identitas, surat kuasa (jika dikuasakan), dan sertifikat asli yang rusak. Sedangkan, bagi yang mengalami kehilangan, perlu ditambahkan surat pernyataan di bawah sumpah dan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.
Transformasi ini sejalan dengan agenda modernisasi layanan pertanahan dan Reformasi Birokrasi. Melalui Sertifikat Elektronik, masyarakat diharapkan dapat menikmati layanan yang lebih cepat, efisien, dan tahan terhadap risiko kehilangan dan bencana yang semakin tidak terduga. (rel)